Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya
Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh
lini kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam
pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat
melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi
negatifnya untuk tidak kita ulangi.
Ditinjau
dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini
didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah
zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya
perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna
menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala.
Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad
raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini
disebut kosmosentris. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran
filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini
memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani,
akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat
terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga
pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting
bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern,
para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka
corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat
modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad
Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan
ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang
oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu
terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern
tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada
dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan
gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.
Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris,
artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.
B. Rumusan Masalah
a) Pengertian
humanisme?
b) Pengertian
renaisans?
c) Latar
Belakang Lahirnya Humanisme dan Renaissance
C. Pembahasan
a. Pengertian Humanisme
Pada dasarnya istilah humanisme mempunyai riwayat dan pemaknaan yang kompleks.
Humanisme sebagai sebuah istilah mulai dikenal dalam wacana filsafat sekitar
abad ke 19. Menurut K. Bertens, istilah humanisme pertama kali digunakan dalam
literature di Jerman, sekitar tahun 1806 dan di Inggris sekitar tahun 1860.
Humanisme diawali dari term humanis atau humanum (yang manusiawi) yang lebih
jauh dikenal, yaitu mulai sekitar masa akhir zaman skolastik di Italia. Istilah
humanis (humanum) tersebut dimaksudkan untuk menggebrak kebekuan gereja yang
memasung
kebebasan, kreatifitas, dan nalar manusia yang diinspirasi dari kejayaan
kebudayaan Rumawi dan Yunani. Gerakan
humanis berkembang dan menjadi cikal bakal lahirnya renaissance di Eropa.
Berdasarkan catatan sejarah, humanisme memperoleh pengakuan pada abad ke- 14 di
Italia melalui pemajangan berbagai literature dan ekspresi seni Yunani dan
Rumawi pra Kristen, yang ditemukan kembali oleh para pastur, di dinding-dinding
museum. Ciri khas humanisme adalah sikap keberagamaan yang inklusif. Hal ini
dapat dilihat dalam berbagai karya Plato dan Aristoteles yang mengusung
kandungan moral dari Injil. Puncak dari humanisme jenis ini dicapai
oleh Erasmus, seorang sarjana Belanda dari Rotterdam pada abad ke-16.
Model humanisme yang kedua dinamakan Neo Humanisme. Neo-Humanisme berkembang
pada abad ke-18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual melirik
kembali masa Yunani dan Rumawi klasik. Konsep humanisme dipandang memiliki
kesamaan dengan konsep Yunani kuno tentang bentuk tubuh dan pikiran yang
harmonis. Dari permulaan abad ke-19 dan seterusnya, humanisme dipandang sebagai
prilaku social politik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga
politik dan hukum yang sesuai dengan ide tentang martabat kemanusiaan.
Humanisme sebagai sebuah term menuai berbagai pemaknaan, tergantung dari
berbagai sudut pandang dan tinjauan yang digunakan. A.Lalande, menyebutkan
beberapa pengertian humanisme, diantaranya ada yang saling bertentangan. Salah
satu pengertian humanisme adalah gerakan humanis di Eropa yang memandang
manusia dalam perspektif “manusiawi”
belaka
yang bertentangan dengan perspektif religious (agama). Dia juga menyebutkan
pengertian humanisme sebagai pandangan yang menyoroti manusia menurut
aspek-aspek yang lebih tinggi (seni, ilmu pengetahuan, moral, dan agama) yang
bertentangan dengan aspek-aspek yang lebih rendah dari manusia. Ali Syariati
menyebutkan pengertian humanisme sebagai
himpunan
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang berorientasi pada keselamatan dan
kesmpurnaan manusia.
Secara umum, humanisme berarti martabat (dignity) dan nilai (value) dari setiap
manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya
secara penuh. Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya untuk menentukan
pilihan sendiri dan dalam posisinya
sebagai
penguasa atas alam. Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan
terbatas pada kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal.
Saat ini, konsep humanism tidak lagi dihubungkan dengan orang-orang Eropa,
yakni dengan kebudayaan Romawi dan Yunani Kuno. Humanisme berkembvang menjadi
gerakan lintas budaya dan universal, dalam arti berbagai sikap dan kualitas
etis dari lembaga-lembaga politik yang bertujuan membentengi
martabat manusia. perkembangan
aliran filsafat pendidikan humanisme ditelusuri pada masa klasik barat dan masa
klasik timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan
dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran filsafat klasik
yunani. Aliran psikologi humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi
dalam tahun 1950-an dan 1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal
dengan nama renaisans yang terjadi pada abad 16. zaman renaisans dikenal dengan
sebutan jaman kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman
pemikiran (age of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan
mengalami kebangkitan setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama.
Humanisme
sebagai suatu gerakan filsafat dan geerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu
reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad. Terjadi dalam dunia
Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa
menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma
agam yang kemudian diterjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa.
Dalam kontek reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan
segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan
ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia.
Perkembangan
selanjutnya terjadi pada abad 18. periode perkembangan ini dimasukan kedalam
masa penceraha (aufklarung). Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu.
Tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai
metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan. Pada abad 20
terjadi perkembangan humanistic yang disebut humanisme kontemporer. Humanisme
kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi
kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada
dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat
humanis ini adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat eksistensialisme
yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistic.
b. Pengertian renaisans
Tidak mudah menentukan batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan dan
awal yang pasti dari zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para
ahli sejarah tentang peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli
sejarah berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel
ditaklukkan oleh Turki Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut dianggap
sebagai akhir zaman pertengahan dan titik awal zaman modern. Ada juga yang
berpendapat bahwa penemuan benua Amerika oleh Columbus pada tahun 1492
M., menandai awal zaman modern. Para ahli yang lain cenderung menganggap era
gerakan reformasi keagamaan yang dimotori oleh Martin Luther pada tahun 1517
M., sebagai akhir zaman
pertengahan. Namun mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa akhir abad ke 14
sekaligus menjadi akhir zaman pertengahan yang ditandai oleh suatu gerakan yang
disebut renaissance pada abad ke 15 dan 16. Dengan demikian abad ke 17 menjadi
bagian awal dari zaman filsafat modern.
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti
kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli
sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di
Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini
mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet,
kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang
menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan
antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan
periode Abad Pertengahan. Abad
Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja. Dalam
keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga perkembangan
sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat
dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu,
orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif
itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju,
pemikiran tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno.
Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah
terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali. Pada
pertengahan abad ke-14, di Italia muncul gerakan pembaruan di bidang keagamaan
dan kemasyarakatan yang dipelopori oleh kaum humanis Italia. Tujuan utama
gerakan ini adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani
dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Gerakan ini
berusaha meyakinkan Gereja bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat
binasa. Dengan memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka berupaya
menyatukan kembali Gereja yang terpecah-pecah dalam banyak sekte. Tidak
dapat dinafikan bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya
para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah dilakukan oleh orang pada masa
itu berbeda dengan apa yang diinginkan dan dilakukan oleh kaum humanis. Para
humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta
berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik Yunani. Para humanis pada
umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal
yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa
wahyu, manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans
untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.
Zaman renaisans banyak memberikan perhatian pada aspek realitas. Perhatian yang
sebenarnya difokuskan pada hal-hal yang bersifat kongkret dalam lingkup alam
semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat
upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi
kepercayaan dan porsi yang lebih besar, karena ada suatu keyakinan bahwa akal
pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan pemecahannya.
Hal ini dibuktikan dengan perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan
terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan
adalah, semakin besar kekuasaan akal, maka akan lahir dunia baru yang dihuni
oleh manusia-manusia yang dapat merasakan kepuasan atas dasar kepemimpinan akal
yang sehat.
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad
pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner
dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat.
Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia
dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia dikenal
sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai
bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri,
tidak didasarkan atas campur tangan Ilahi. Saat itu manusia Barat mulia
berpikir secara baru dan berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas
kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan
kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut
adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia
kurang dihargai kemanusiaannya. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja,
bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki
ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir.
Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap
manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat
humanisme tersebut , akhirnya agama Kristen semakin ditinggalkan, sementara
pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan
nilai-nilai spiritual.
C. Latar Belakang Lahirnya
Humanisme dan Renaissance
Humanisme dan renaissance adalah dua gerakan yang tidak bisa dipisahkan, dan
mempunyai keterkaitan yang erat.Humanisme bertujuan untuk menggebrak kebekuan
gereja yang memasung kebebasan, kretifitas dan nalar manusia, sedangkan
renaissance adalah pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan jati
dirinya, dengan kata lain manusia mulai memiliki kesadaran-kesadran baru yang
mengedepankan nilai dan keluhuran manusia.
Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa situasi sebelum era
renaissance sedemikian buruknya sehingga para elit gereja yang mengumbar
kalim-klaim keagamaan justru tak segan-segan melakukan praktek-praktek tirani,
ketidakadilan, dan glamorisme serta menjadikan agama sebagai media untuk meraih
kekuasaan dan kedudukan duniawi. Bahkan orang-orang yang saat itu ingin
mendapatkan kekuasaan harus menjalin relasi dengan
mereka, serta harus tunduk kepada kebesaran dan keagungan kedudukan mereka.
Para elit gereja seakan-akan raja-raja untuk langit dan bumi. Pintu surge
dianggap tertutup bagi rakyat yang tidak tunduk kepada mereka, dan bahkan rakyat
yang tidak tunduk juga diasingkan dari jabatan-jabatan duniawi. Tak cukup
dengan mengaku sebagai pengampun dosa, para penguasa
di gereja juga mengaku bahwa penjualan tanah surge ada di tangan mereka.
Dalam situasi sedemikian inilah Marttin Luther membahanakan teriakan protes dan
pernyataan bahwa kunci keselamatan hanyalah kehendak Tuhan,dan keselamatan bisa
dicapai tanpa adanya perantara institusi-institusi sedemikian rupa. Di antara
sekian banyak ritual suci gereja, Luther hanya menerima upacara pembaptisan.Menurutnya,
pengampunan bukanlah pekerjaan
para penguasa gereja. Tuhan ada di semua tempat dan menyaksikan segala keadaan. Karena itu hanya Tuhanlah yang mengetahui hamba- hambanya yang salih, bukan
para eli gereja. Luther menegaskan ikhtiar dan
kebebasan
manusia.
Di bawah komando keluarga Medici atau setidaknya pada zaman merekalah para
humanis mulai menarik perhatian dan mewarnai opini masyarakat Italia. Kaum
Humanis menggiring perhatian rakyat dari agama kefilsafat dan dari langit ke bumi.
Sejak zaman Ariosto Ludovico, orang-orang gila ilmu pengetahuan ini mulai tenar
dengan nama kaum humanis, sebab mereka
membaca telaah kebudayaan klasik tentang humanitas (berkaitan dengan dunia
manusia) atau humanuras (kesusastraan yang lebih manusiawi, dan bukan berarti
kesusastraan yang lebih berprikemanusiaan, melainkan kesusastraan yang lebih
banyak berkaitan dengan dunia manusia), artinya manusia itu sendiri dengan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya, keindahan
jasmani dengan segala kesenangan dan penderitaan panca indera dan perasaannya
dan segala kekuatan akalnya yang menakjubkan. Poin-poin inilah yang mendapat
perhatian penuh seperti yang pernah terjadi dalam kesusastraan dan seni Yunani
dan Rumawi kuno. Erasmus
adalah salah seorang pelopor humanisme yang telah melakukan reformasi keagamaan
dalam menghadapi eksklusivitas dan monopoli para elit gereja. Dia berjuang
keras untuk menghapus peranan para penguasa gereja sebagai perantara antara
Tuhan dan manusia. Dia mengatakan “jalan itu mudah dan terbuka untuk siapa
saja. Bekal perjalanan kalian hanya jiwa yang
bersih dan lapang serta adanya keimanan yang cemerlang dan murni dalam hati
kalian”.
Erasmus berpendapat bahwa kitab suci harus disosialisasikan kepada masyarakat
dengan bahasa yang mudah. Dia mengecam keras penyimpangan-penyimpangan teologis
yang dilakukan oleh para elit gereja. Dari sisi lain Erasmus juga berusaha
menciptakan ikatan yang erat antara era klsik dan ajaran-ajaran Kristen. Ia
mengatakan bahwa “bukankah filsafat Al-Masih yang disebutnya sendiri sebagai
kelahiran kembali, tidak lain adalah pengembalian fitrah manusia yang pada
zaman azali sudah diciptakan dengan bentuk yang sesuai. Beliau juga mengatakan
bahwa ajaran-ajaran era klasik menunjukkan kesucian fitrah manusia. Karena itu
tidak sepatutnya ajaran-ajaran itu dihindari dengan alas an mengandung
politheisme. Erasmus termasuk pencetus pandangan kompromisasi atau pandangan
tentang toleransi.
Pada abad-abad pertengahan, manusia diposisikan sebagai makhlukyang pasif dan
tak punya ikhtiar apapun di depan para elit gereja. Akibatnya, pada era
renaissance lahirlah sebuah gerakan dengan misi mengembalikan kebebasan manusia
yang telah dinistakan.Mula-mula gerakan ini memperioritaskan reformasi
keagamaan, dan setelah beberapa lama secara ekstrim
gerakan ini menentang segala sesuatu yang dipaksakan dengan atas nama agama.
Pencorengan citra agama yang dilakukan para penguasa gereja abad pertengahan
telah menimbulkan sebuah gerakan yang bernama humanisme yang bermula pada era
renaissance, sebuah gerakan yang menganggap kebahagiaan manusia hanya bisa
dicapai dengan kembali kepada era klasik. Kaum humanis meyakini bahwa manusia
pada era klasik telah mengandalkan
potensi-potensi wujudnya tanpa keterikatan kepada agama, gereja, dan para
penguasa gereja. Jalan kembali kepada era klasik bisa ditempuh melalui
perhatian kepada kebudayaan dan kesusastraan klasik.
Kaum Humanis memandang penekanan kepada ilmu logika dan ilmu-ilmu teoritas
seperti ilmu metafisik sebagai sikap yang kurang patut. Mereka hanya berminat
kepada bidang-bidang yang berfungsi langsung dengan kehidupan masyarakat,
seperti retorika dan cabang-cabangnya termasuk politik, sejarah dan syair.
Selain itu, mereka juga tertarik kepada bidang dialektika atau seni dialog.
.secara umum, kaum humanis terikat kepada pemikiran mengenai kedudukan dan
potensi manusia di dunia tanpa mempertimbangkan nasib manusia di alam azali.
Pada masa kemunculan humanisme, dalam waktu singkat karya-karya sastra dan
filsafat Yunani klasik sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Terjemahan-terjemahan ini memiliki kecermatan yang lebih tajam ketimbang
terjemahan yang dilakukan pada abad ke-12 dan 13. Guvarino menerjemahkan karya
Strabon dan Plotarckh ke dalam bahasa Latin.Travarsory menerjemahkan
karya-karya Divagnos Lairitos, Valla menerjemahkan karya-karya Herodotus,
Tosilid, dan Iliad Homer, Proti menerjemahkan karya-karya Polybius, dan Vicino
menerjemahkan karya-karya Plato dan Platinus.
Di antara sekian karya-karya klasik itu, karya-karya Plato yang paling banyak
memukau para humanis. Mereka mengapresiasi dan cemburu menyaksikan kebebasan
orang-orang Yunani zaman Socrates yang bisa dengan leluasa mengupas berbagai
persoalan agama dan politik yang paling sensitif. Carlo Masopini sedemikian
keras mengapresiasi kebudayaan klasik era politis sampai-sampai dia berangan
untuk berpaling dari kekeristenan. Tokoh humanis Italia yang paling berkarya
dan kontraversial ialah Pod Ju Bratcolini yang memnulis surat-surat kepada Paus
Martin V untuk melakukan pembelaan sengit terhadap dogma-dogma gereja.Tetapi
kemudian dalam sebuah pertemuan eksklusif dengan segenap karyawan istana Paus,
dia tak segan-segan menertawakan keyakinan-keyakinan Kristen.Dia menulis
surat-suratnya dengan bahasa Latin yang tidak fasih namun memikat. Lewat
surat-surat ini ia mencemooh ketidaksucian para ruhaniwan.
Kekeristenan, baik dari aspek teologi maupun moral, sudah kehilangan pengaruhnya
terhadap sebagian besar kaum humanis Italia. Kebebasan berpikir dan aktifitas
masyarakat Yunani atau masyarakat Rumawi zaman Augustine semakin bangkit
kecemburuan mayoritas kaum humanis sehingga menggungcangkan keyakinan-keyakinan
mereka sebelumnya kepada prinsip-prinsip Kristen yang menyangkut kerendahan
diri, hasrat kepada dunia, dan ketakwaan.
Mereka sendiri keheranan mengapa jiwa, raga, dan akal mereka harus tunduk
kepada komando gereja, sementara orang-orang gereja sendiri bersenang-senang
dan memuja dunia. Bagi kaum humanis, selang waktu sepuluh abad antara
Costantine dan Dante merupakan masa yang tragis dan penyimpangan dari jalan
yang benar. Legenda mengenai Santa Maria dan orang-orang
suci lainnya terhapus dari benak mereka untuk kemudian digantikan dengan
lagu-lagu dua jenis Horace, sedangkan gereja-gereja dengan segala kemegahannya
mereka anggap sebagai Barbarisme. Inilah secara umum sikap kaum Humanis di mana
kekeristenan seakan-akan merupakan mitos.
Hal ini dapat di lihat bahwa di mata sebagian kaum humanis, agama dan
pencerahan pemikiran merupakan dua kutub yang saling bertentangan. Agama adalah
milik masyarakat awam, sedangkan bagi para pemikir, kepatuhankepada agama
merupakan prilaku yang menyalahi kebebasan berpikir. Mereka bukannya
melenyapkan bencana akibat penyalah gunaan agama yaitu kerakusan, despotism
(kezaliman) system gereja yang telah membendung
nilai, ikhtiar, dan kebebasan manusia abad pertengahan, tetapi malah sekaligus
menyerang dan mencabut akar-akar agama dan keberagamaan.
Sebagian besar kaum humanis sudah tidak lagi berpikir tentang alam transcendental,
karena mengira pahala hanya terbatas pada kehidupan dunia, kaum humanis
berusaha membuat patung-patung orang-orang yang sukses sebagai hadiah untuk
mereka. Oleh karena itu, seni humanistic banyak mengacu kepada apa yang
disaksikan dan jarang sekali memperlihatkan hasrat kepada ide-ide yang gaib dan
tidak tampak oleh mata. Dengan kata lain, seni humanistic lebih merupakan seni
realism yang tidak ada hubungannya dengan hakikat. Dari penjelasan
tersebut tampak bahwa gerakan humanistic merupakan manifestasi dari perlawanan
dan protes para cendekiawan Italia terhdap pemerintahan dictatorial para elit
gereja dan kaum feodalis.
D.KESIMPULAN
Humanisme adalah martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk
menimgkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya secara penuh. Gerakan humanisme
adalah gerakan yang merupakan manifestasi dari perlawanan dan protes para
cendekiawan Italia terhadap pemerintahan dictatorial para elit gereja, yang
memasung kebebasan, kreatifitas dan nalar manusia.
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang
berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para
ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang
terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke
16. Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan
tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia
kurang dihargai kemanusiaannya.
Humanisme
dan renaissance adalah dua gerakan yang tidak bisa dipisahkan, dan mempunyai
keterkaitan yang erat.Humanisme bertujuan untuk menggebrak kebekuan gereja yang
memasung kebebasan, kretifitas dan nalar manusia, sedangkan renaissance adalah
pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya, dengan kata
lain manusia mulai memiliki kesadaran-kesadran baru yang mengedepankan nilai dan
keluhuran manusia.
EmoticonEmoticon