-->

01 November 2016

Makalah Tentang Hadis Ahad (Hadis Aziz, Gharib, Dan Masyhur)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu hadis terdapat beberapa pembagian. Salah satunya yaitu pembagian hadis berdasarkan jumlah perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadis tersebut. Dan pembagian hadis ini, para ulama membaginya menjadi dua, yaitu hadis Mutawatir dan hadis Ahad.
Dan pada hadis–hadis itu sendiri juga terdapat pembagian macam-macam hadisnya lagi. Seperti pada hadis Mutawatir terdapat dua macam hadis, yaitu hadis mutawatir lafzhi dan hadis mutawatir ma’nawi. Sedangkan pada hadis Ahad terbagi menjadi tiga macam hadis, yaitu hadis ‘Aziz, hadis Gharib, Dan hadis Masyhur. Yang mana ketiga macam hadis Ahad tersebut akan menjadi materi pembahasan kami pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hadits Ahad ?
2. Apa yang dimaksud dengan hadis ‘Aziz ?
3. Apa yang dimaksud dengan hadis Gharib ?
4. Apa yang dimaksud dengan hadis Masyhur ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengelompokkan dari hadis-hadis ahad.
2. Untuk memahami perbedaan dari hadis gharib, hadis aziz, dan hadis masyhur.
BAB II
PEMBAHASAN

Hadis Ahad

Secara bahasa Ahad mempunyai arti satu, dengan demikian khabarul wahid adalah suatu berita yang disampaikan atau diriwayatkan oleh satu orang. Menurut istilah hadis ahad adalah khabar yang perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir. Hadis ahad terbagi menjadi tiga.

1. Hadis Gharib

1.1. Pengertian Hadis Gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabtnya). Sedangkan menurut ulama ahli hadis, hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam menriwayatkannya.
Penyendirian rawi dalam meriwayatkan hadis itu, dapat mengenai personalia-nya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkannya selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan sirawi. Artinya sifat atau keadaan sirawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan hadis tersebut.

1.2. Pembagian Hadis Gharib

Ke-ghariban hadis dapat dilihat :

• Ada pada sanad saja
Yang dikatakan gharib pada sanad saja, ialah apabila matan satu hadis diriwayatkan oleh “beberapa” sahabat, tetapi salah seorang rawi bersendiri menceritakannya dari “seorang” shahabi lain. Contoh :

الأعمال با لنيات

Artinya: Amal-amal itu (bergantung) kepada niatnya.

• Ada pada sanad dan matan bersama-sama.
Contohnya :

(الحاكم) اخبر نا اسما عيل بن محمد بن فضل بن محمد بن المسيب قال حدثني جدي قال حدثنا ابن ابي مريم عن يزيد بن ابي حبيب قل اخبر ني ابوا لحصين الاشعري عن ابي رحيانة واسمه شمعون ان رسول الله ص نهى عن المشاغبة

Artinya: (Berkata Hakim): telah mengkhabarkan kepada kami, Ismail bin Muhammad bin Fadl bin Muhammad bin Musaiyab, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Maryam, dari Yazid bin Abi Habib, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku, Abul Hushain al-Asy’ari, dari Abi Raihanah, namanya Syam’un, bahwa Rasulullah SAW. Melarang bergaduh dan berfitnah.
Jadi hadis ini dikatakan sanad dan matannya sekali Gharib. Karena ia hanya mempunyai satu sanad saja, sebagaimana tersebut, dan matannya tidak ada yang meriwayatkan, melainkan Syam’un.
Ditinjau dari bentuk penyendirian rawi seperti penjelasan di atas, maka hadis gharib terbagi menjadi dua macam :

a. Hadis Gharib Mutlak

Dikatakan gharib mutlak, jika dalam salah satu tingkatan sanadnya terdapat hanya seorang perawi yang meriwayatkan. Contohnya :

الولأ لحمة كلحمة النسب لايباع ولا يوهب

Artinya :“kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan”.
Hadis ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari ibn. Umar hanya Abdullah ibn Dinar saja yang meriwayatkannya. Abdullah ibn Dinar adalah seorang tabi’i yang dapat dipercaya.

b. Hadis Gharib Nisbi

Gharib Nisbi yaitu apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi. Contoh :

امرنا ان نقرا بفاتحة الكتاب وما تيسر

Artinya :“kami diperintahkan (oleh rasulullah Saw) agar membaca Al-Fatihah dan surat yang mudah (dari Al-Quran)”.(HR Abu Daud)
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Abu Al-Walid Al-Tayalisi, Hammam, Qatadah, abu Nadrah, dan Sa’id. Semua rawi ini berasal dari Basrah dan tidak ada yang meriwayatkannya dari kota-kota lain.

Adapun hadis gharib, jika dilihat dari sisi gharib sanad dan matan, maka para ulama memambaginya menjadi tiga :

a. Hadis gharib pada matan dan sanad sekaligus. Hadis yang matannya diriwayatkan oleh satu orang perawi saja. Bila suatu hadis telah diketahui sanadnya gharib maka matannya juga berstatus gharib. Namun jika sanadnya tidak gharib, maka matannya bisa tidak gharib dan juga bias gharib. Contohnya :

الولاء لحمة كلحمة النسب، لايباع ولا يوهب

Dalam sanad hadis ini terjadi tafarrud (penyendirian) oleh Abdullah bin Dinar. Beliaulah satu-satunya perawi yang menerima dari Ibnu Umar.

b. Hadis gharib pada sanadnya saja. Maksudnya, hadis yang dikenal matannya telah diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, kemudian ada seorang perawi yang meriwayatkan dari salah seorang sahabat lain.

c. Hadis gharib pada sebagian matan. Seperti hadis tentang zakat fitrah :

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان على كل حر أو عبد، ذكر أو أنثى من المسلمين: صاعا من تمر أو صاعا من شعير. فزاد مالك في هذا الحديث

Dengan menambah : من المسلمين

2. Hadis Aziz

2.1. Pengertian Hadis Aziz

Secara bahasa, ‘aziz berarti mulia atau kuat. Sedangkan secara istilah, hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua perawi saja, meskipun dalam satu thabaqah (tingkatan). Contoh :

لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين (رواه البخارى و مسلم)

Artinya: “tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai daripada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia”. (HR. Bukhari-Muslim)
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas bin Malik dari Rasulullah, kemudian ia riwayatkan kepada Qatadah dan Abd Al-Aziz bin Suhaib. Selanjutnya Qatadah meriwayatkan kepada dua orang pula, yaitu Syu’bah dan Husain Al-Mu’allim. Sedangkan dari Abd Al-Aziz diriwayatkan oleh dua orang, yaitu Abd Al-Waris dan Ismail bin ‘Ulaiyyah. Seterusnya dari Husain diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id dari Syu’bah diriwayatkan oleh Adam, Muhammad bin Ja’far,dan juga oleh Yahya bin Sa’id. Sedang yang dari Ismail diriwayatkan oleh Zuhair bin Harb dan dari ‘Abd Al- Waris diriwayatkan oleh Musdad dari Ja’far diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mustana dan Ibn Basyar, sampai kepada Bukhari dan Muslim.

Dari definisi tersebut kami menyimpulkan bahwasannya suatu hadis dapat dikatakan hadis ‘aziz jika pada hadis tersebut diriwayatkan oleh dua orang perawi pada thabaqat(tingkatan) pertama dan thabaqat seterusnya.Namun, jika perawi melebihi dari ketentuan tersebut maka tidak dikatakan hadis aziz. Dan hadis aziz ini adalah yang paling kuat seperti yang ditetapkanoleh Al-Hafidh Ibnu Hajar. Sebagian Ulama berpendapat bahwa hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang atau tiga orang. Mereka tidak membeda-bedakan kasus ini dengan hadis masyhur.

3. Hadis Masyhur

3.1. Pengertian Hadis Masyhur

Secara bahasa, masyhur berarti yang sudah tersebut atau yang sudah popular. Menurut istilah, hadist masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, namun tidak mencapai derajat mutawatir. Contoh :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : انما الأعمال باانيات وإنما لكل امرىء ما نوى

Artinya : “Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya setiap perbuatan berawal dari niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dianiatkan”.
Hadis tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh alqamah sendiri, pada thabaqah ketiga hanya diriwayatkan oleh Ibnu Ibrahim At-Taimy seendiri dan pada thabaqah keempat hanya diriwayatkan oleh yahya bin said sendiri. Dari Yahya bin Sa’id inilah hadis diriwayatkan oleh orang banyak. Maka hadis Umar tersebut dapat juga dikatakan dengan hadis pada awalnya, dan disebut hadis masyhur pada akhirnya.

3.2. Pembagian Hadis Masyhur

Hadis masyhur digolongkan menjadi :

1. Masyhur dikalangan ahli hadis, Contohnya :

(قنت شهرا يلعن رعلا وذكوان. (رواه مسلم

Artinya :”Rasulullah SAW membaca qunut sesudah ruku’ selama satu bulan penuh, berdoa atas golongan Riil dan zakwan.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari riwayat Sulaiman Al-Taimi dari Abi Mijlas dari Anas. Hadis ini juga diriwayatkan dari Anas selain Sulaiman, serta dari Sulaiman oleh segolongan perawi lain.

2. Masyhur dikalangan ahli hadis dan ulama dan orang awam,contohnya:

المسلم من سلم المسلمون من لسا نه و يحده

Artinya :“orang islam(yang sempurna) itu adalah: orang islam yang selamat dari lidah dan tangannya”. (HR.bukhari-Muslim)

3. Masyhur diantara para ahli fikih, contohnya:

نهى رسول الله عليه وسلم عن بيع الغرر

Artinya :“Rasulullah Saw. melarang jual-beli yang di dalamnya terdapat tipu daya”. (HR.Muslim)

4. Masyhur diantara ulama ushul fikih, contohnya:

اذا حكم الحاكم فا جتهد ثم اصاب فله اجران واذا حكم فاجتهد ثم اخطا فله اجر

Artinya :“Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara , kemudian ia berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka diaq memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan pahala kebenaran) dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh suatu pahala (pahala ijtihad).” (HR. Muslim)

5. Masyhur dikalangan ahli sufi, contohnya:

كنت كنزا مخفيا فا حببت ان اعرف فخلقت الخلق فبي عرفو ني

Artinya :“aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk dan melalui aku mereka pun kenal padaku”.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari penjelasan mengenai hadis diatas dapat kami simpulkan bahwa untuk menentukan suatu hadis tersebut termasuk dalam hadis ahad yang didalamnya terdapat pembagian berupa hadis aziz, hadis gharib dan hadis masyhur. Yang harus diperhatikan adalah berapa jumlah perawi dalam hadis tersebut, sehingga hadis tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu dari hadis yang telah disebutkan tadi.
Namun tidak hanya dilihat dari jumlah perawinya saja, akan tetapi isi kandungan dari hadis tersebut termasuk zhanny atau qath’i. Bila dia termasuk dalam zhanny berarti dia termasuk dalam hadis ahad.


DAFTAR PUSTAKA

B. Smeer, H. Zeid.Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Gufron, Mohammad, dan Rahmawati. Ulumul Hadits:Praktis dan Mudah. Yogyakarta: Teras, 2013.
Hassan, A. Qadir. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: CV Diponegoro, 2007.
Rahman,drs. Fachtur. Ikhtisar Mushthalatu’l Hadis. Bandung:PT Alma’arif, 1974.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2002.

Advertiser


EmoticonEmoticon